
LenteraIndonesia.co.id || SURABAYA – Maraknya penarikan kabel internet fiber optik (FO) di Kota Surabaya semakin membuat wajah tata kota terlihat semrawut, khususnya di kawasan jalan raya dan lingkungan permukiman. Salah satu titik yang kini menjadi sorotan publik adalah wilayah Kecamatan Tambaksari, Kelurahan Ploso.
Dugaan kuat muncul bahwa pemasangan kabel internet oleh salah satu provider, yakni Fiberstar, dilakukan tanpa mengantongi izin resmi dari instansi terkait.
Saat tim media melakukan investigasi lapangan, ditemukan seorang pengawas lapangan bernama Rici yang tengah mengawasi pekerjaan penarikan kabel. Saat ditanya soal kelengkapan dokumen perizinan, Rici mengaku bahwa izin "masih dalam proses pengurusan."
Tak lama kemudian, hadir pula oknum RT, RW, dan Babinsa setempat, yang justru terkesan membiarkan proyek tersebut terus berjalan. Ketika ditanya mengenai legalitas kegiatan tersebut, tidak satu pun dari mereka dapat menunjukkan dokumen izin resmi.
Dari hasil penelusuran awak media, kabel internet yang ditarik tersebut dipasang dengan menumpang pada tiang milik vendor sendiri, tanpa ada penataan yang baik. Akibatnya, tampilan kabel FO terlihat semrawut dan merusak estetika kota, bahkan membahayakan warga sekitar.
Kasus ini juga menyeret pihak kasi trantib dan Satpol PP Kecamatan Tambaksari. Saat dilaporkan oleh awak media, Kasi Trantib Kecamatan, Bapak Jarot, bersama beberapa anggota Satpol PP memang turun ke lokasi. Namun, alih-alih menindak, pihaknya justru tampak membela oknum RT/RW yang membiarkan proyek ilegal itu berjalan.
"Silakan tanya ke dinas terkait, kami tidak tahu detail peraturan daerah soal ini. Wargaku juga tidak tahu," ujar Jarot kepada wartawan. Pernyataan tersebut disayangkan banyak pihak karena menunjukkan kurangnya pemahaman dan pengawasan terhadap pelanggaran yang nyata terjadi di lapangan.
Hanaf, mengingatkan bahwa pelaksanaan dan perluasan jaringan telekomunikasi wajib mengikuti regulasi yang berlaku. Ia merujuk pada Peraturan Menteri ESDM No. 36 Tahun 2013, yang menegaskan bahwa seluruh prosedur perizinan harus lengkap sebelum pekerjaan dimulai.
Hanaf juga mengkritik praktik sebagian provider yang terbiasa memulai pekerjaan dulu, baru mengurus izin kemudian. "Bahkan seringkali hanya mengantongi surat izin lingkungan tanpa prosedur resmi," ungkapnya.
Hal serupa disampaikan oleh Bagas, seorang pejabat dari dinas terkait, yang di konfirmasi melalui WhatsApp menegaskan bahwa permohonan izin pemanfaatan jaringan utilitas harus melalui sistem SSW Alfa, sesuai mekanisme yang berlaku umum.
Sementara itu, aktivis ormas lokal, Topan, menilai bahwa maraknya pemasangan kabel FO secara sembarangan merupakan bentuk penghindaran biaya sosial oleh perusahaan. Ia mendesak Pemkot Surabaya agar lebih aktif dalam pengawasan.
“Ini menyangkut potensi PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang bisa digunakan untuk pembangunan kota. Satpol PP dan dinas terkait harus sigap dan berani mencabut kabel atau menghentikan proyek yang tidak berizin,” tegas Topan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Fiberstar atas dugaan pemasangan kabel tanpa izin tersebut.
Editor : Tim