LenteraIndonesia.co.id || Pamekasan- Dikutip dari media partner Detikzone.net, Dugaan kriminalisasi terhadap Nenek Bahriyah (71) atas kasus pemalsuan SPPT 2016 bernama Titik yang dilaporan Sri Suhartatik istri oknum polisi terus menjadi kemelut.
Bahkan, dugaan kriminalisasi terhadap Nenek Bahriyah oleh oknum Polres Pamekasan semakin hari semakin menguat setelah 2 narasumber sekaligus saksi dalam kasus Nenek Bahriyah menguak fakta.
Sebelumnya, simpatisan Nenek Bahriyah menggelar demo ke Mabes Polri kemudian berlanjut ke Polda Jawa Timur meminta oknum Kapolres Pamekasan, oknum Kasatreskrim, oknum Kanit Idik III beserta penyidik pembantu Satreskrim Polres Pamekasan segera dicopot.
Hal itu dilakukan dalam rangka memperjuangkan nilai- nilai kemanusiaan dan keadilan hukum agar marwah Institusi Polri tidak tercoreng oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Diketahui, sebelum kasus pidana dugaan pemalsuan SPPT tahun 2016 yang menjerat Nenek Bahriyah ditangguhkan di Polda Jatim, Kapolres Pamekasan AKBP Dani Jazuli Iriawan terkesan ngotot bahwa penetapan tersangka sudah sesuai prosedur. Padahal faktanya, Nenek Bahriyah (71) ditersangkakan saat proses perdatanya berjalan di PN Pamekasan sejak Januari 2024.
Kini, putra Nenek Bahriyah H. Mohammad Fauzi bahkan Mantan Lurah Gladak Anyar Syarif Usman yang menjadi saksi dalam kasus tersebut angkat bicara ihwal adanya dugaan intimidasi oknum penyidik Polres Pamekasan dalam penetapan Nenek Bahriyah jadi tersangka dugaan pemalsuan SPPT 2016 atas nama Titik.
"Pada tanggal 7 Desember 2023 tepatnya hari Kamis pukul 09.30 wib, saya diminta hadir ke Polres guna dilakukan pemeriksaan tambahan sebagai saksi SPPT. Masuk ke poin SPPT, oknum penyidik bernama Alfian tanya ke saya untuk proses SHM salah satu syaratnya itu harus melampirkan SPPT terakhir, jadi dia tanya ke saya untuk punya Ibu Bahriyah itu tahun berapa. Saya jawab 2015," katanya.
Lantas, lanjut H. Fauzi, Alfian mengeluarkan berkas seraya mengatakan bahwa Warkah ibu Bahriyah yang disita dari kantor BPN adalah tahun 2016. "Penyidik ngotot tahun 2016. Namun saya bantah bahwa SPPT yang dilampirkan untuk pengajuan sertifikat ibu Bahriyah itu adalah 2015. Tapi Alfian bilang 2016 dan saya pastikan lagi bahwa tahun 2015," lanjutnya.
H. Mohammad Fauzi juga menyebut, untuk permohonan SHM atas nama ibunya itu di tahun 2016 awal dengan memakai SPPT tahun 2015. "Kepada Alfian saya menyatakan bahwa SPPT yang dilampirkan untuk pengajuan SHM itu tahun 2015. Lagian untuk SPPT yang tahun 2016 ibu saya belum bayar," ungkapnya.
Setelah selesai dimintai keterangan oleh penyidik sebelum diparaf, H. Mohammad Fauzi membaca BAP yang tidak sesuai dengan pernyataannya.
"Saya minta ke penyidiknya agar merubah jawaban saya karena tidak sesuai. Penyidiknya bilang yang mana ? untuk jawaban terkait SPPT 2015 bukan tahun 2016. Kemudian dia jawab lagi, disini 2016 dan di lainnya juga 2016 kok. Terus saya bilang, ya sudah bapak ya yang bilang dan menyakinkan di 2016. Dia jawab Ya," tukasnya.
"Seolah olah waktu dimintai keterangan oleh Penyidik Alfian, saya ditekan dan dipaksa untuk mengakui SPPT tahun 2016," keluhnya.
Setelah diparaf, penyidik meminta H. Mohammad Fauzi ke Dispenda menemui pak Edi dan minta bukti SPPT tahun 2016.
"Kalau disana memang ada ya ada, terus setorkan ke saya pak. Terus saya tanya kapan pak ? Penyidiknya bilang semakin cepat semakin lebih baik," jelas H. Mohammad Fauzi menirukan kalimat penyidik.
Kemudian, keesokan harinya, H. Mohammad Fauzi mendatangi Dispenda untuk mempertanyakan SPPT terakhir ibu Bahriyah.
"Pak Edi memastikan untuk SPPT terakhir ibu Bahriyah itu 2015, saya bilang soalnya kemarin dipanggil ke unit III ketemu pak Alfian terus punya ibu disana 2016 makanya saya kesini untuk menanyakan itu. Kalau di Penyidik tahun 2016 tanya ke BPN-nya. Pak Edi bilang begitu," ungkapnya.
"Pada hari Senin tanggal 11 Desember 2023 saya ke Polres untuk menerangkan masalah SPPT itu. Disana saya ketemu petugasnya dan petugasnya tanya ada keperluan apa, saya mau bilang ketemu dengan Alfian. Namun katanya libur piket kompi. Lantas saya chat Alfian minta petunjuk untuk ketemu," tuturnya.
"Saya sampaikan lagi kepada penyidik bahwa SPPT ibu tahun 2015 bukan 2016. Kemudian saya minta tolong untuk diperlihatkan warkahnya. Namun dia bilang tidak bisa karena ada di gudang dan pihaknya sedang libur piket," tandasnya.
Sementara itu, mantan Lurah Gladak Anyar Syarif Usman yang menandatangani dan mengetahui proses sertifikat atas Nama Ibu Bahriyah menyebut, oknum penyidik memang terkesan ngotot.
Ia mengaku dipanggil oleh Penyidik Polres Pamekasan untuk dimintai keterangan sebagai saksi pada tangga 19 Februari 2024.
"Pada saat ditanya oleh penyidik soal SPPT yang dilampirkan pada saat proses sertifikat atas nama Bahriyah saya bilang kepada penyidik kalau proses sertifikat diawal tahun maka SPPT yang dilampirkan itu adalah SPPT tahun sebelumnya bahkan saya menyampaikan secara lisan kepada penyidik lebih dari 2 kali. Akan tetapi penyidik tetap ngotot katanya yang dipakai itu SPPT tahun 2016," ungkapnya.
"Saya tetap menolak dan menegaskan bahwa SPPT yang dilampirkan untuk pengajuan proses sertifikat nenek Bahriyah itu tahun 2015," tandas Syarif Usman mantan Lurah Gladak Anyar Pamekasan.
Berkenan dengan pernyataan kedua saksi yang menyebut bahwa SPPT terakhir yang dipakai Nenek Bahriyah adalah tahun 2015, Kasi Humas Polres Pamekasan AKP Sri Sugiarto menyarankan agar langsung menemui Penyidik.
"Mungkin lebih baik sampean ke Polres dan temui penyidiknya mas," balas Kasi Humas AKP Sri Sugiarto.
Editor : Punk