
LenteraIndonesia.co.id || Banyuwangi - Tanpa perencanaan sebelumnya, Mbah Wewe — yang memiliki nama asli Mbah Imron Gendro Pamungkas, seorang sufi Malamatiyah — berkunjung ke Kalirejo, Ungaran, Semarang, di kediaman Mas Sayyid Maulana Syahriar.
Kunjungan itu berlangsung lama, hingga menjelang waktu Subuh. Setelah beberapa bulan berlalu, Mbah Wewe kembali bersilaturahim ke tempat yang sama. Dalam beberapa pertemuan berikutnya, terjalinlah kedekatan ruhani antara kedua tokoh sufi tersebut.
Hingga pada suatu waktu, Mas Sayyid Maulana Syahriar berbalas kunjungan ke kediaman Mbah Wewe. Ia datang bersama sahabatnya, Gus Barok, yang menisbatkan dirinya sebagai murid sekaligus sahabat rohani Mas Sayyid Maulana Syahriar dalam perjalanan tarekat.
Dalam pertemuan yang hangat itu, Mas Sayyid Maulana Syahriar memperkenalkan Gus Barok kepada para sahabatnya sesama sufi. Dari dialog dan dzikir bersama, Gus Barok semakin tersadar bahwa menghidupkan nilai-nilai tasawuf di zaman sekarang merupakan kebutuhan rohani yang amat penting.
Melalui percakapan yang dalam antara Mas Sayyid Maulana Syahriar dan Mbah Wewe, muncul kesadaran baru bahwa hubungan para sufi bukan sekadar pertemuan lahiriah, melainkan ikatan batin yang menumbuhkan kekuatan dan ketenangan jiwa.
Dalam suasana penuh keakraban, Mbah Wewe menisbatkan dirinya ingin selalu membersamai Mas Sayyid, dengan rasa kasih sayang seorang kakek kepada cucunya.
> “Bib, kulo tak nderek ngabdi njenengan,” ujar Mbah Wewe, yang disaksikan langsung oleh Gus Barok.
Ucapan penuh kerendahan hati itu membuat Gus Barok semakin mantap mendalami nilai-nilai tasawuf yang diajarkan para sufi sejati.
Sebagai bentuk penghormatan, Mbah Wewe menjamu kedatangan Gus Barok, dan bahkan memperkenankan dirinya untuk ber-riadhoh di Alas Purwo, Banyuwangi, tepatnya di Gua Istana, dengan bimbingan langsung dari sahabat sekaligus guru sejatinya, Mas Sayyid Maulana Syahriar.
Pertemuan itu meninggalkan kesan mendalam — rasa rindu yang tak pernah padam terhadap cahaya persahabatan ruhani.
Editor : Tim